Perjalanan Menuju Dieng, Negeri di Atas Awan #Dieng2020
Dataran Tinggi Dieng merupakan salah satu kawasan di provinsi Jawa Tengah yang terkenal akan berbagai wisatanya, terutama alam dan budaya. Daerah yang dikenal dengan sebutan “Negeri di Atas Awan” ini memiliki beberapa destinasi yang menjadi daya tarik bagi para pengunjungnya, seperti Puncak Sikunir, Gunung Prau, Candi Arjuna, dan juga perhelatan budaya tahunan Dieng Culture Fest.
Kenapa disebut “Negeri di Atas Awan”? saya ga akan bercerita banyak, yang pasti kalau kalian penasaran, coba kunjungi sendiri kawasan ini dengan persiapan yang memadai seperti membawa baju hangat, jaga kondisi tubuh dengan baik dan lainnya. Setelah sampai, barulah kalian akan paham kenapa sebutan tersebut disematkan untuk kawasan ini hehe.
Pada pertengahan Agustus 2020, kebetulan saya dan kedua teman (Dicky & Fajzar) diberi kesempatan untuk mengunjungi Dieng. Di tengah Pandemi seperti ini, sebenarnya kita cukup menghindari dan menahan diri untuk berpergian, apalagi ke tempat yang ramai.
Berdasarkan info yang kami dapat, ternyata beberapa kawasan wisata di Dieng baru saja dibuka pada bulan Agustus lalu dengan protokol kesehatan yang cukup ketat. Karena hal itulah akhirnya kami memutuskan untuk melakukan perjalanan pertama kami setelah sekian lama berdiam diri di rumah dan bekerja.
Setelah melakukan diskusi, kami memutuskan untuk mengambil cuti di hari kerja dengan harapan wisatawan yang berkunjung ke Dieng tidak sebanyak saat hari libur atau weekend. Kami pun berdiskusi mengenai kendaraan yang akan digunakan, rute perjalanan dan berapa lama kita akan berada di Dieng.
Setelah semua terencanakan dan surat keterangan sehat juga sudah dikantongi, barulah kami memutuskan berangkat ke tujuan.
Dari Bandung Menuju Dieng
Dalam perjalanan ini kami memutuskan untuk menggunakan kendaraan (roda 4) pribadi. Dicky saat itu berperan menjadi supir tunggal, tentunya karena saya dan Fajzar belum terlalu hatam mengemudikan mobil.
Titik pertemuan berada di rumah Dicky, di kawasan Cikutra, Bandung. Setelah semua berkumpul, kami kembali melakukan pemeriksaan barang untuk memastikan tidak ada yang tertinggal, apalagi kami berencana untuk naik gunung, jadi segala perlengkapan harus benar-benar disiapkan.
Perlengkapan sudah terpenuhi, perut pun sudah diisi, akhirnya pada pukul 21.00 malam itu kami memutuskan untuk memulai perjalanan menuju kawasan Dieng.
Kami memilih rute melalui jalur selatan, dimulai dari Bandung – Tasikmalaya – Banjar – Purwokerto – Banjarnegara – Wonosobo – Dieng. Di tengah perjalanan, sekitar Banjarnegara lebih tepatnya kami memutuskan berhenti untuk beristirahat sejenak di rest area.
Sedikit tips juga dari kami, apabila saat mengemudi merasa ngantuk ataupun cape sebaiknya segera menepi dan beristirahat sejenak. Memaksakan berkendara saat kondisi badan tidak prima sangat tidak direkomendasikan, daripada menimbulkan hal yang tidak diinginkan, lebih baik kita mempersiapkan ataupun mengalokasikan waktu lebih saat perjalanan untuk beristirahat.
Setelah tidur sejenak dan melakukan ibadah solat subuh, sekitar pukul 06.00 kami melakukan perjalanan kembali. Selang beberapa jam perjalanan, akhirnya kami mulai memasuki kawasan Wonosobo, terus melaju ke daerah Dieng sampai pada akhirnya kami bisa melihat lautan awan yang menutupi desa-desa di bawahnya.
Selamat Datang ke Desa di Atas Awan
Tepat pukul 09.45 akhirnya kami tiba di Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Hal pertama yang kita cari yaitu makanan, 12 jam berada di perjalanan sangat membuat perut kami kelaparan.
Dari sekian banyak pilihan, pagi itu kami memutuskan untuk makan di Kedai Ongklok. Makanan yang kami pesan tentu saja Mie Ongklok, salah satu makanan khas daerah Wonosobo.
Mie rebus dengan tekstur kuah yang kental, ditambah dengan beberapa tusuk sate beserta bumbu kacangnya itu cukup membuat perut kami terisi. Selain itu, minuman khas yang bernama Purwaceng juga membuat badan kami hangat di tengah suasana Dieng yang cukup dingin.
Setelah makan, kami mencari penginapan untuk disinggahi selama satu malam melalui beberapa aplikasi travel agent dan juga berkeliling secara langsung. Setelah beberapa saat mencari, akhirnya kami menemukan penginapan unik yang rasanya perlu kami coba untuk disinggahi, namanya Mikroba Hostel & Resort.
Mikroba Hostel & Resort
Sebelum menemukan hostel ini di aplikasi travel agent, kami terlebih dahulu melihatnya secara langsung saat sedang mencari tempat makan. Dari kejauhan kami mengira tempat ini merupakan salah satu destinasi wisata, tapi saat melaju mendekat ternyata perkiraan kami salah.
Konsep dari hostel ini sangat unik dibandingkan dengan penginapan di sekitarnya. Karena menggunakan bambu sebagai bahan daasar bangunan, kesan yang ditampilkan jadi lebih menyatu dengan alam dan lingkungan sekitar.
Walaupun banyak pilihan hostel saat itu, dengan alasan ingin mendapatkan pengalaman berbeda di trip ini maka diputuskan untuk menginap di sana. Kebetulan saat sedang check in semua kamar sedang kosong, jadi kami bisa bebas memilih kamar yang akan ditempati.
Tarif untuk satu kamarnya pun terbilang cukup murah, saat itu kami hanya perlu mengeluarkan Rp 227.000 dengan kapasitas hingga 7 orang (info petugasnya). Belum lagi voucher dari aplikasi travel agent yang digunakan membuat harganya menjadi semakin murah.
Fasilitas yang tersedia sangat cukup apabila hanya dipergunakan untuk singgah dan istirahat sejenak saja. Di kamar yang kami singgahi terdapat dua lantai, dimana terdapat kasur di masing-masing lantainya.
Kamar mandinya terletak di bagian bawah kamar. Terdapat juga shower dengan pemanas air yang sangat berguna karena air di wilayah Dieng ini dinginnya sangat menusuk.
Dari depan kamar kami, pemandangan komplek wisata candi juga terlihat dari kejauhan. Selain itu kabut juga terlihat sering menutup beberapa rumah ataupun kawasan sekitar, pemandangan yang sangat jarang saya jumpai di keseharian.
Wisata Singkat ke Dieng Plateau
Setelah beristirahat dan menyimpan barang bawaan ke dalam penginapan, kami memutuskan untuk berwisata sejenak ke beberapa tempat yang saat itu dibuka. Karena menurut karyawan yang menjaga hostel tersebut, sudah cukup lama beberapa tempat wisata ditutup akibat dari pandemi Covid 19 ini.
Salah satu tempat wisata yang sedang dibuka saat itu adalah Dieng Plateau. Karena jarak dari penginapan cukup jauh jika dijangkau dengan jalan kaki, kami memutuskan untuk menggunakan kendaraan untuk sampai kesana.
Sekedar informasi, jarak dari satu tempat ke tempat wisata lainnya tidak terlalu dekat, jadi apabila kalian ingin explore tempat wisata di kawasan Dieng, sebaiknya membawa ataupun menyewa kendaraan bermotor. Selain untuk menghindari cape, hal ini juga bermanfaat untuk menghemat waktu, karena banyak tempat di Dieng yang sayang untuk terlewati.
Kurang lebih 20 menit berkendara, akhirnya kami sampai juga di Dieng Plateau. Setelah memarkirkan kendaraan, kita mulai menjelajahi hal apa saja yang ada di destinasi tersebut.
Setelah cukup melihat sekitar, kami mencoba untuk masuk ke teater yang juga menjadi rekomendasi di tempat tersebut. Di dalamnya, kami menyaksikan dokumentasi dan sejarah Dieng selama kurang lebih 20 menit. Mulai dari bencana gununng meletus maupun kabut beracun yang pernah menimpa Dieng pada jaman dahulu, hingga info berbagai wisata yang ada di kawasan ini.
Setelah diorama selesai, kami keluar dan melanjutkan untuk masuk ke wisata Batu Pandang Ratapan Angin. Untuk bisa masuk, kami perlu membayar uang sebesar Rp 10.000 tiap orangnya.
Di dalamnya kita dapat melihat pemandangan telaga warna dari kejauhan. Selain itu, kita juga bisa berfoto di spot khas Batu Ratapan Angin yang mungkin banyak dari kalian sering melihat fotonya di sosial media.
Setelah puas berfoto-foto dan waktu pun sudah semakin sore, kami memutuskan untuk pulang ke penginapan sembari mencari santapan untuk mengisi perut.
Hari itu tak banyak tempat wisata yang sempat kami jelajahi, karena kita perlu beristirahat untuk melanjutkan pendakian ke dua gunung (atau bukit?) di esok harinya, yaitu Puncak Sikunir dan Gunung Prau. Tunggu cerita berikutnya di blog Nyikreuh yang akan kami rilis secepatnya!