Pacitan, Perjalanan untuk Melampaui Batas Diri (Hari Ke-2)

Sesampainya di pintu gerbang Pantai Srau kami menanyakan beberapa hal ke petugas seperti apakah bisa mendirikan tenda, keadaan cuaca beberapa hari ke belakang dan lainnya. Pertanyaan kami dijawab dengan baik oleh petugas yang sedang berjaga tersebut, setelah merasa cukup akhirnya kami memutuskan untuk masuk ke pantai ini.

Untuk dapat masuk ke Pantai Srau di Kabupaten Pacitan ini kami membayar biaya retribusi sebesar Rp 5.000/ orang dan Rp 2.000/ motor. Setelah itu kami langsung kembali jalan untuk menyusuri kawasan pantai itu dan tidak lupa juga mengucapkan terima kasih kepada petugas yang telah membantu tadi.

Sisi lain pantai srau

Sisi lain pantai srau

Selamat Datang di Pantai Srau, Kabupaten Pacitan

Pantai ini memiliki area yang cukup luas, kawasan pantainya pun terbagi ke beberapa bagian, maksudnya tidak hanya satu tepian pantai yang memanjang saja tetapi dibelah/ dibagi lagi oleh daratan. Saat itu beberapa pekerja juga sedang membangun saung serta beberapa fasilitas lainnya di pantai tersebut.

Kami menelusuri pantai ini hingga ke ujung atau kawasan Srau 1 (bagian depan merupakan Srau 2) dan akhirnya memutuskan untuk mendirikan tenda di sana. Alasan kami memilih di sana karena lebih ‘damai’ alias tidak banyak lalu lalang orang lewat dan juga dekat dengan akses menuju tebing tempat melihat matahari terbenam.

Sebelum mendirikan tenda kami mampir dulu ke warung di kawasan Srau 1 untuk membeli minuman segar dan meminta izin mendirikan tenda. Kami juga diberi tahu batas aman untuk mendirikan tenda agar tidak terkena ombak dan juga beberapa fasilitas umum di sana yang dapat digunakan seperti kamar mandi, tempat men-charge dan lainnya.

Camping di pinggir pantai Srau

Camping di pinggir pantai Srau

Berdasarkan informasi warga, di daerah ini sudah beberapa hari tidak turun hujan, maka dari itu kami merasa aman untuk tidak memasang flysheet pada tenda. Selesai memasang tenda, saya memilih untuk naik ke tebing terlebih dahulu karena penasaran dengan beberapa orang yang sedang memancing di atas, sedangkan Teguh memilih untuk bermain air di pantai.

Karena Warga Lokal Adalah Pemandu Terbaik

Sesampainya di atas (hanya berjalan 5-10 menit dari tepi pantai) saya mengobrol dengan salah satu warga yang sedang memancing, namanya Pak Jumingan. Beliau dan beberapa warga lainnya sedang memancing ikan cucut, ikan berwarna biru (atau tosca?) dengan ciri khas berupa mulut yang runcing.

Ikan cucut ini ternyata tidak dapat dipancing setiap saat, jadi hanya ada di musim-musim tertentu saja. Harga satu ekor ikan cucut yang besar bisa mencapai Rp 100.000, “kalau sedang musim begini memancing dari pagi sampai sore bisa dapat banyak” ucap Pak Jumingan.

Ikan cucut

Ikan cucut, hati-hati sama giginya!

Selain mengobrol masalah memancing saya juga bertanya mengenai hal lainnya seperti asal mula dan kapan pantai ini mulai ramai dikunjungi wisatawan. Menurut penuturan beliau pantai ini sudah mulai dikenal dari 10 tahun yang lalu, saat ini pun sedang dilakukan beberapa renovasi pada fasilitas untuk meningkatkan kenyamanan bagi para pengunjung yang datang.

Selain hal itu saya juga penasaran dengan satu rumah yang saya lihat cukup mencolok karena seperti memiliki akses pantai sendiri (tiap sisinya dihalangi oleh karang/ tebing lainnya). Beliau bilang rumah tersebut milik warga asing dari Belanda yang saat itu sudah kembali lagi ke negara asalnya. Sangat disayangkan juga ya karena terdapat aset warga asing di tempat sebagus ini.

Setelah berbincang cukup panjang akhirnya saya pamit ke Pak Jumingan untuk berkeliling dan juga hunting foto di sekitar sana. Setelah merasa puas, kemudian saya turun lagi ke bawah untuk membeli makan siang. Tempat makan di areal pantai ini tidak banyak, jumlahnya dapat kita hitung dengan jari.

Pak Jumingan lagi mancing di tebing

Pak Jumingan lagi mancing di tebing

Makanan berat yang dijual di sini cukup murah, saya bisa mendapatkan nasi, telor ceplok, tahu dan es teh manis hanya dengan mengeluarkan Rp 10.000. Sembari makan saya juga menyempatkan untuk ikut men-charge HP dan kamera, dimana hal baiknya saya tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun alias gratis.

Karena ‘kabita’ melihat wisatawan lain bermain air, selesai makan saya langsung nyebur ke laut untuk menyegarkan badan yang sudah kepanasan sedari tadi. Sebenarnya kita tidak disarankan untuk berenang dikarenakan ombak yang cukup besar, maka dari itu sebaiknya kita tetap waspada apabila terdapat ombak besar yang menerjang.

Saat itu hanya ada beberapa pengunjung yang datang ke pantai ini, selain lokal ada juga beberapa pengunjung mancanegara yang sedang main air dan berjemur di tepian pantai yang sama. Ada juga bule yang datang menggunakan sepeda motor dan membawa papan seluncur kemari, tetapi entah karena alasan apa dia hanya duduk di pinggir dan tidak lama pergi kembali.

Wish My Eyes Could Take Photos

Matahari sudah tidak terlalu menyengat, menandakan bahwa hari sudah mulai sore. Puas bermain air kemudian saya bergegas untuk mandi dan kembali naik ke tebing untuk hunting foto matahari terbenam. Di tebing ini pemandangan sunset terlihat sangat jelas dan tidak terhalang oleh apapun, keindahan perubahan warna pada langit pun terpampang begitu jelas.

Sembari duduk di pinggir tebing saya memperhatikan warna horizon yang sangat indah di ujung sana. Ditemani suara ombak yang menghantam tebing saya larut dalam lamunan cukup lama hingga akhirnya tersadar, saya pun menyiapkan kamera untuk mengabadikan momen dan berharap hasilnya seindah apa yang saya lihat dengan mata.

Sunset di pantai srau

Sunset di pantai srau

Sudah lama saya tidak melihat pemandangan matahari terbenam seperti ini, jadi harap maklum kalau saya sedikit norak dalam menuliskannya hahaha. Hingga sampai saya menuliskan cerita ini pemandangan sunset tersebut masih dapat saya bayangkan dengan jelas, entah kangen ingin kembali ke sana atau pemandangan tersebut sangat indah sehingga sangat melekat dalam ingatan.

Matahari sudah hampir hilang sepenuhnya, saya memutuskan untuk segera ke bawah walaupun rasanya sangat nikmat untuk duduk sembari memejamkan mata di atas sini. Malam itu saya membeli kopi dan mengobrol dengan Pak Edi, pemilik warung yang menjadi satu-satunya tempat saya jajan di pantai Srau.

Setelah mengobrol cukup lama, saya kembali ke tenda untuk istirahat karena berharap besok pagi bisa melihat sunrise di Srau 2 sesuai rekomendasi dari Pak Edi. Pengalaman di Pantai Srau dan aktifitas lainnya di hari ke-3 kami bahas di postingan berikutnya. Jangan lupa untuk tetap mengunjungi nyikreuh.com untuk mengetahui catatan perjalanan serta pengalaman dari kami saat mengunjungi berbagai tempat di Indonesia.

Estimasi Biaya Hari Ke-2 (Pantai Srau)

Tiket masuk : Rp 5.000/ orang

Biaya retribusi kendaran : Rp 2.000/ motor

Nutrisari : Rp 3.000/ gelas

Makan sore: Rp 10.000/ porsi

Kopi : Rp 3.000/ gelas

TOTAL : ± Rp 23.000/ orang

Beri penilaian untuk postingan ini!
[Keseluruhan: 0 Rata-rata: 0]

Leave a Reply