Pacitan, Perjalanan untuk Melampaui Batas Diri (#Hari Terakhir)
Setelah melewati malam yang cukup panjang (re: tenda bocor diguyur hujan semalam), akhirnya pagi yang dinanti tiba. Pagi itu merupakan hari ke-empat kita ngejalanin trip untuk menjelajahi pantai di Pacitan, yaa walaupun baru dateng ke sedikit tempat sih..
Kalo boleh dibilang, perjalanan kali ini tuh menjadi tantangan tersendiri bagi saya untuk dapat melampaui batas diri. Kenapa? Karena jujur aja, saya memiliki ketakutan untuk pergi jauh dari rumah. Yaa istilah kerennya sih takut untuk keluar dari zona nyaman.
Kali ini saya berangkat hanya berdua bareng Teguh, dimana sebelumnya masing-masing dari kita ga pernah traveling jauh berdua. Tapi dengan adanya perjalanan ini, saya mendapatkan makna sesungguhnya tentang traveling.
Okee cukup dengan intermezzo-nya, mari kita lanjutkan cerita tentang perjalanan menjelajahi Pacitan di hari ke-empat.
Watu Karung, Pantai Favorit Wisatawan Mancanegara di Pacitan
Aktifitas pagi hari di Pantai Watu Karung Pacitan saat itu cukup ramai. Beberapa warga lokal sibuk mencari kepiting di sisi laut yang sedang surut, sementara itu wisatawan pun turut tertarik dengan apa yang mereka (warga) lakukan di sana.
Cuaca saat itu cukup adem berkat hujan yang turun semalam. Karena cuaca mendukung, saya pun ga mau kalah buat ikut main ke pinggir pantai sambil berinteraksi dengan beberapa warga lokalnya.
Pantai ini terbilang cukup luas dengan memiliki ciri khas berupa tebing atau batuan besar yang berada di sisi kiri dan kanannya. Selain pasirnya yang putih, kebersihan di tempat ini pun cukup terjaga.
Mayoritas pengunjung yang datang saat itu yaitu wisatawan mancanegara, entahlah hal itu berpengaruh ke sisi kebersihannya atau engga. Yang terpenting, kita bisa sedikit berbangga dengan menunjukkan kepada wisman bahwa kita bisa menjaga alam dari ulah tangan jahil manusia. Salut kepada warga lokalnya!
Fasilitas penunjang di pantai ini pun terbilang cukup lengkap. Ada beberapa warung, kamar mandi dan juga saung yang dapat digunakan oleh pengunjung.
Bukan itu doang, di sekitar pantai ini juga terdapat beberapa guest house dan penginapan mulai dari yang murah sampai ke yang cukup mahal. Yaa entah itu hal bagus atau bukan, tapi semoga aja dapat menambah minat wisatawan untuk berkunjung ke sini.
Pantai ini terbilang cukup luas dengan memiliki ciri khas berupa tebing atau batuan besar yang berada di sisi kiri dan kanannya.
Menetap Berbulan-bulan demi Mencari Ombak Terbaik
Seperti yang sudah disampaikan pada postingan sebelumnya, yang menjadi daya tarik di pantai ini yaitu ombak yang cukup bagus untuk surfing. Dari perbincangan dengan penjaga warung, banyak wisatawan yang menetap di sekitar pantai ini selama berbulan-bulan demi mendapatkan ombak terbaik.
Mereka (terutama wisatawan mancanegara) rela pergi dari negaranya berbulan-bulan demi dapat menyalurkan hobinya itu. Kadang saya salut juga dengan apa yang mereka lakukan, karena bagi saya meninggalkan rutinitas itu tidaklah mudah.
Selain itu, penjaga warung juga bercerita kalo di sekitar pantai ini tuh pernah kedatangan wisatawan ilegal yang masuk melalui jalur laut. Tapi sialnya, begitu baru nginjakkin kaki ke pasir mereka langsung ditahan oleh pihak berwajib yang sebenarnya sudah mendapatkan info mengenai kedatangan mereka.
Sebenarnya saya masih penasaran sih dengan cerita lainnya yang pernah terjadi di sini. Tapi karena waktu yang ga memungkinkan untuk tinggal berlama-lama, jadinya saya menyudahi obrolan itu dan bergegas untuk kembali ke Jogjakarta.
Kadang saya salut dengan apa yang mereka lakukan, karena bagi saya meninggalkan rutinitas itu tidaklah mudah.
Terima kasih Pacitan! Sampai Jumpa di Lain Waktu.
Dari perjalanan ini saya mendapatkan banyak pengalaman baru yang sangat berharga. Mulai dari berani untuk melawan rasa takut, belajar berinteraksi dengan orang hingga mendapatkan pandangan baru dalam melihat dunia.
Melihat dunia? Apa ga terlalu lebay? Saya berani bilang engga dengan lantang! Kenapa? Karena pada awalnya “dunia” yang saya lihat itu sangatlah kecil, dengan perjalanan ini saya merasa bahwa saya lah yang sebenarnya “kecil” di mata dunia.
Perjalanan kali ini pun menjadi titik balik bagi saya dalam menyikapi traveling. Jujur saja, pada mulanya tujuan saya berpergian hanya sekedar untuk mendapatkan foto bagus yang bisa saya pamerkan di media sosial. Ternyata makna dari perjalanan lebih jauh dari sekedar pamer.
Di setiap persinggahan saya belajar untuk beradaptasi dan juga bertoleransi dengan lingkungan baru. Apabila kita mengibaratkan wawasan sebagai sebuah botol, dalam setiap perjalanan saya merasa “botol” ini mulai terisi sedikit demi sedikit.
Sekian cerita perjalanan kali ini, terima kasih sudah sempat meluangkan waktu untuk membaca cerita pengalaman saya selama traveling ke Pacitan. Mohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan dalam hal cerita maupun penulisan.
Kolom komentar di blog ini selalu terbuka, jadi apabila mau memberi saran, kritik ataupun bertanya kami siap untuk merespon secepatnya. Jangan lupa untuk mengikuti kami di Instagram @nyikreuh untuk mengetahui cerita terbaru dari kegiatan traveling yang kami lakukan.
Akhir kata, saya dedikasikan pepatah favorit yang sangat sesuai dengan apa yang dialami: “Traveling, it leaves you speechless then turns you into a storyteller” – Ibn Battuta.
Estimasi Biaya Hari Terakhir (Pantai Watu Karung)
Sarapan: Rp 15.000/ orang
Biaya WC: Rp 5.000
Parkir motor: Rp 5.000/ motor
Camping: GRATIS
TOTAL: ± Rp 25.000/ orang
Rekap Biaya keseluruhan Trip Pacitan
Hari Pertama & Ke-dua: Rp 282.000
Hari Ke-dua (lanjutan): Rp 23.000
Hari Ke-tiga: Rp 68.000
Hari Terakhir: Rp25.000
TOTAL: ± Rp 398.000/ orang
*pengeluaran total belum termasuk tiket kereta api pulang dan biaya extend satu hari di Jogja.