Jogjakarta dalam Setiap Proses Pendewasaan Kami #JOG19
Catatan perjalanan kami mengenai Jogjakarta sudah sangat banyak jumlahnya, mungkin melebihi kota-kota lainnya yanng pernah kami tulis. Entah kenapa, kota yang satu ini seperti memiliki daya tarik tersendiri bagi kami untuk selalu mendatanginya.
Kami pun terheran-heran, sama seperti apa kata Adhitia Sofyan di salah satu lagunya, “…terbawa lagi langkahku kesana, mantra apa entah yang istimewa. Ku percaya, selalu ada sesuatu di Jogja“. *brb play lagu Sesuatu di Jogja hahaha.
Di setiap proses pendewasaan kami hampir selalu ada Jogjakarta yang menjadi bagian darinya. Tentunya selain Bandung yaa, karena Kota Kembang itu memang sudah menjadi identitas kami.
Mulai dari saat pertama kali kami pergi ke Jogja setelah lulus UN SMA (awal mula terbentuknya nyikreuh), lalu beberapa dari kami pergi ke Jogja saat kuliah. Hingga sekarang, saat kami sudah bekerja dan merantau di kota masing-masing, Jogja selalu ikut menjadi saksi bagaimana kami berkembang.
Kembali lagi, atau Berencana untuk Kembali
Selama kunjungan itu, selalu ada tempat baru untuk kami singgahi, juga tempat yang memikat hati untuk kami datangi kembali di setiap tripnya.
Katakanlah pantai Pok Tunggal, tempat yang membuat saya jatuh hati saat trip kuliah 2016 dulu dan kembali membuat saya terpikat saat kemarin singgah tahun 2019 silam.
Bukan tanpa alasan saya sangat menyukai pantai itu. Yang pertama, saat kami (saya dan teman-teman kuliah) berkunjung kesana, pantai tersebut masih relatif sepi dan sangat terjaga keasriannya.
Dari rencana awal dimana seharusnya kami menginap 1 malam, kemudian berubah menjadi 2 malam karena terlalu betah untuk menetap disana. Untuk ulasan lengkapnya silahkan baca kembali postingan kami tentang pantai Pok Tunggal.
Berikutnya ada Gumuk Pasir Parangkusumo, tempat “bermain” yang baru kami datangi di 2019 kemarin, dan berencana untuk didatangi lagi apabila mampir ke Jogja kembali.
Untuk pertama kalinya saya dan beberapa teman mencoba kegiatan sandboarding disana. Sangat seru walaupun sedikit melelahkan, tapi pengalaman itu akan terus kami ingat.
Tak lupa dengan Malioboro yang di tiap tripnya selalu kami datangi, gudeg yang selalu bisa dinikmati bahkan bakpia yang tidak pernah lupa untuk kami bawa saat kembali. *terutama bakpia kukus rasa cokelat, terbaik!!!
Entah sampai kapan “sihir” ini akan berlanjut, tapi dapat dipastikan, selain Bandung, Jogja lah yang menjadi saksi akan proses pendewasaan saya, kami atau bahkan kalian.
Dan sebentar lagi, catatan perjalanan mengenai trip kami ke Jogjakarta akan segera dirilis. Semoga berkenan untuk kembali membacanya hehe.